Tidak Semua Harus digenggam

Banyaknya perjalanan dan kisah hidup membawaku pada sebuah kata yaitu: mengikhlaskan.
Terkadang aku lupa bahwa apa yang kuusahakan akan berakhir pada tiga pilihan: tercapai, tertunda, atau diikhlaskan. Beberapa waktu lalu yaitu tanggal 5 - 16 Januari 2024 aku berkesempatan untuk melaksanakan ibadah umroh bersama ibu dan kakakku. Selama kurang lebih 12 hari perjalanan rohani tersebut aku makin menyadari bahwa pada dasarnya diri kita ini tidak ada apa-apanya. Berdoa pada tempat-tempat mustajab tentu saja merupakan salah satu kesempatan yang tidak akan ku sia-siakan. Namun, baru kusadari bahwa makna dari kata doa adalah mengikhlaskan, salah satu tempat yang paling mustajab adalah pada bagian antara hajar aswad dengan multazam aku pun mencoba untuk berdoa disana dan menyampaikan semua hajat dan harapanku. Tapi apa yang terjadi? justru hanya kata memohon ampun kepada Allah yang terus menerus kuucapkan tanpa henti. Bahkan ketika aku bisa mencapai ka'bah hampir seluruh hajat duniawiku lupa untuk kuutarakan. 

Memohon dengan berdoa adalah salah satu bukti ikhlas dalam hidup yang kulakukan. Sebelum kami sampai di dua kota Harram ustadz pembimbing umroh kami sudah memberikan semacam "briefing" adab ketika berdoa salah satunya adalah kata menuju "ikhlas". Kalau tidak salah dengar ada 3 kriteria tahapan setelah doa yaitu: doa tersebut langsung dikabulkan oleh Allah, doa tersebut ditunda oleh Allah sampai dengan waktunya yang tepat, atau doa tersebut diganti dengan sesuatu yang lebih baik yang tidak kita sangka-sangka sebelumnya. Aku tak memungkiri bahwa terkadang ego ku bermain penuh atas apa yang kulakukan, aku bersikeras agar supaya harapan dan target-targetku tercapai, namun satu hal yang aku lupa bahwa aku tak mempersiapkan untuk mengikhlaskan seandainya hal tersebut tidak mampu kugapai. 

Menyesal, menyalahkan diri sendiri, dan tidak bersyukur adalah salah satu bentuk kufur ku kepada Allah. Tentu saja ada efek sampingnya, aku menjadi orang gelisah dan selalu dihantui dengan pikiran "seandainya tidak terjadi". Kini aku sadar, dan ternyata kemarin aku sedikit melupakan bahwa rukun iman terakhir umat islam adalah "percaya pada qada dan qadhar" bahwa segalanya sudah tertulis dan aku sebagai manusia hanya mampu untuk mempertanggungjawabkan responku terhadap takdir tersebut. Tidak semua mampu dan harus digenggam, karena terkadang ikhlas adalah respon terbaik yang mampu dilakukan. Bertawakkal dan berhusnudzon bahwa Allah sangat menyayangi hambanya dan pasti tak ingin hambanya mengalami kesedihan dan kesusahan. 

Everything will be okay, and once more that you should to understand Ainina: Bahwa tidak semua hal harus digenggam, jika memang yang terbaik adalah melepaskan dan mengikhlaskan maka lakukanlah. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpriviladge? Dilarang Speak Up.

POEM : Kau ingin apa?