Tak Akan Aku Biarkan Ia Menjadi Lilin Itu.
Menjadi dewasa merupakan kodrat semua manusia yang masih diberikan kesempatan untuk tetap hidup. Sebuah proses yang aku alami dalam rentang waktu akhir-akhir ini membuatku sadar bahwa menjadi dewasa begitu menyenangkan. Aku mensyukuri semua hal dalam diri, berusaha untuk tetap ikhlas dengan semua lika-liku yang membersamai. Banyak hal kutemui dan kurasakan, situasi yang aku rasa "aneh" tidak hanya terjadi pada jiwa saja namun juga pada raga. Orang menyebutnya psikosomatis, tapi apalah itu namanya aku merasa bahwa jiwa dan raga ku terkoneksi.
Menurut Marcus Aurellius, yang aku baca di buku Filosofi Teras mengatakan bahwa jiwa sama dengan raga jika tidak dipelihara juga dapat terluka. Aku menghargai akan sebuah proses termasuk ketika raga ataupun jiwa ku sedang tak baik-baik saja, ya mungkin ia terluka. Dari banyak proses yang kulalui, aku mengamati bahwa karakter manusia beraneka ragam dan dalam satu hari kita dapat menemukan karakter-karakter baru yang unik dan belum pernah kita temui sebelumnya. Tidak jarang mungkin ia juga melukai kita, begitu juga mungkin kita melukai mereka. Lantas bagaimana untuk berdamai?
Entahlah, sampai sekarang aku juga belum menemukan jawaban nya atau mungkin tidak perlu jawaban untuk menyelesaikannya? aku juga tidak tau. Aku memahami bahwa kedua tangan yang berada dalam satu raga ini tak mampu meraih semua hal pasti ada batas kemampuan yang tak mampu kucapai dan kuraih. Tapi yang aku rasakan bahwa, memprioritaskan kebahagiaan diri dengan menyayangi diri sendiri terlebih dahulu adalah cara yang sampai detik ini aku ketahui untuk dapat bertahan. Ibarat kata toren air ia harus terisi agar dapat mengalirkan air begitu juga kebahagiaan diri juga harus terisi agar dapat menyebarkan kebahagiaan kita pada sekeliling.
Biarlah lilin yang menyala dalam gelap itu tetap menyala. Biarlah dia tetap menyinari walaupun tubuhnya leleh kepanasan. Tapi diri ini, aku menyayanginya dan tak ku biarkan ia menjadi lilin itu.
Komentar
Posting Komentar