Validasi Luka dan Kecewa






Dunia diciptakan dengan seimbang oleh Allah, ketika panas diseimbangkan oleh dingin, siang berpasangan dengan malam, dan kencang berdampingan dengan lambat. Begitu juga dengan kebahagiaan, sebagai manusia pada umumnya aku menyukai kebahagiaan, aku menikmati setiap langkah dan proses hidupku sambil mencari arti "bahagia". Setiap kebahagiaan yang datang pada diriku, aku selalu menyambutnya dengan riang, menikmatinya, dan tentu saja memvalidasi keberadaanya. Namun, terkadang aku lupa bahwa bahagia diseimbangkan oleh sedih, luka, dan kecewa. Luka yang hadir tentu akan meninggalkan rasa kecewa dan berakibat pada kesedihan. Banyak orang menghindar dari luka, tidak terkecuali aku. Tapi, bisakah selamanya bersikap seperti itu? Terkadang sudah dihindari pun tetap tergores. Awalnya, aku memendam luka-luka itu dan berharap mereka akan sembuh dengan sendirinya, namun nyatanya aku berlaku bodoh, luka itu tidak sembuh bahkan kadang terasa semakin parah. Lama-lama aku menyadari bahwa, hanya ada satu jalan keluar : divalidasi kemudian diobati. Rasanya tidak adil jika hanya bahagia yang kita validasi. Padahal pada setiap kebahagian terkadang ada proses terluka, kecewa, bahkan kesedihan. 

Memvalidasi luka dan kecewa menurutku bukanlah hal yang membuat kita harus "terlarut" namun proses kita untuk melanjutkan langkah dan mencari "bahagia" yang tentu saja berbeda versi pada setiap individu. 

-Ainina Sugiyanto-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpriviladge? Dilarang Speak Up.

Tidak Semua Harus digenggam

POEM : Kau ingin apa?