Nasi Goreng Buatan Ayah
Dulu, ada satu menu favorit di keluarga kami yaitu nasi goreng ayah. Ayah sangat pandai mengolah sesuatu dan pasti hasil karyanya bukan sekedar hasil karya biasa. Nasi goreng buatan ayah sebenarnya hanya nasi goreng jawa seperti pada umumnya. Tapi ntah kenapa rasanya selalu serba pas tidak terlalu pedas dan tidak terlalu asin. Ada cerita unik tentang nasi goreng buatan Ayah. Sekitar tahun 2005 ada lomba masak nasi goreng di perumahan tempat tinggal kami. Awalnya, Ayah tidak berniat ikut tapi ntah kenapa tetangga-tetangga justru pada mendukung Ayah untuk ikut lomba itu. Bahkan para tetangga membantu mempersiapkan alat dan bahan karena Ayah sama sekali tanpa persiapan. Ternyata Ayah keluar sebagai juara 2 lomba masak nasi goreng dalam rangka peringatan 17 tahun kemerdekaan.
Sekarang, setelah Ayah pergi ke tempat yang lebih indah aku jadi tidak bisa merasakan nikmatnya nasi goreng buatan Ayah. Pernah beberapa kali aku re-create nasi goreng itu dengan bahan dan bumbu sesuai takaran yang Ayah pernah ajarkan padaku cara membuatnya. Tapi entah kenapa nasi goreng nya tidak seenak buatan Ayah. Aku jadi berfikir apakah Ayah menyelipkan bumbu rahasia pada nasi gorengnya ? Aku rasa iya. Setelah aku selidiki bumbu itu bernama : cinta. Nasi goreng itu dibuat dengan penuh cinta dan ketulusan Ayah. Memang benar, Aku me re-create nasi goreng Ayah dengan cara dan bumbu yang sama tapi mungkin aku lupa menyelipkan bumbu rahasia itu.
Nasi goreng buatanku bernama Nasi Goreng Ambisi karena dibuat dengan ambisi. Ambisi agar bisa seenak nasi goreng ayah. Nasi goreng ku adalah nasi goreng tanpa cinta, oleh karena itu tidak se-nikmat buatan ayah. Dari sepiring nasi goreng aku jadi berpikir. Bagaimana jika ambisi berjalan tidak beriringan dengan cinta dan ketulusan?. Jujur aku bukanlah orang yang melankolis, Aku jarang melibatkan perasaan pada suatu hal yang aku lakukan. Aku berjalan dengan ambisi bahkan terkadang sampai kalut dalam emosi. Ternyata rasa "cinta" dan "ketulusan" sering aku salah artikan, yaitu hanya sekedar untuk perasaan sesama manusia. Ternyata aku salah.
Aku semakin sadar, bahwa dengan ambisiku hidupku berjalan begitu cepat. Terkadang aku melupakan banyak hal-hal penting dalam hidup yang lewat begitu saja. Semakin aku dewasa, aku semakin paham bahwa terkadang kita harus sedikit memperlambat laju dan menikmati waktu. Aku bahkan sempat tidak mengenal diriku sendiri karena ambisiku terlalu besar sehingga aku merasa hidupku berjalan terlalu cepat. Tidak ada yang salah dengan seseorang yang berambisi. Tapi kini bagiku, ambisi harus berjalan seiring dengan cinta dan ketulusan.
Last but not least, ada satu kalimat yang begitu menyadarkanku. Kalimat tersebut datang dari salah satu dosenku Bapak Vincent H. Wiyono begini kalimatnya : Sesuatu yang dilakukan dengan cinta maka akan ringan dan mudah untuk dijalankan, jika sesuatu berat untuk dilakukan berarti kamu belum mencintai hal itu. Kalimat itu merupakan kalimat pembelaan untuk menghakimi diriku yang jarang melibatkan perasaan. Sering kali aku merasa sesuatu yang aku kerjakan terasa berat, ternyata aku lupa melibatkan "cinta" untuk melakukannya. Seperti halnya nasi goreng Ayah yang ternyata kunci utama dari rasa yang lezat adalah : dibuat dengan cinta. 💓
Love and eat
BalasHapus